Diklat Penggemblengan

Baru saja saya menyelesaikan Diklat Teknis Umum Orientasi Pegawai. Hari-hari yang menyenangkan sekaligus menyebalkan itu telah usai. Banyak pelajaran yang saya dapat dari mengikuti Diklat Orientasi Pegawai Baru itu. Mulai dari sekedar latihan fisik sampai dengan rasa kebersamaan, kerjasama, cara berpikir sebagai insan yang selalu berusaha menjadi lebih baik serta motivasi untuk membangun kehidupan yang lebih baik.

Sembilan hari yang serasa begitu lama, dengan penggemblengan fisik dan mental. Dari diklat inilah awal dimulainya kehidupan baru. Kehidupan sebagai abdi negara yang berintegritas dan amanah. Kegiatan ini diawali dengan acara outbond ke daerah Sukabumi. Acara ini bertujuan untuk membina kerjasama dalam kelompok. Setelah outbond, fisik kami digembleng. Memang terasa berat ketika harus bangun pagi buta kemudian melaksanakan latihan fisik, apalagi yang menjadi pelatih adalah seorang tentara. Tidak hanya di pagi hari, fisik kami juga “dipompa” di siang hari, sore dan malam. Kegiatan yang berkaitan dengan fisik antara lain senam pagi, lari, sit up, push up, baris-berbaris dan tata upacara.

Tapi semua itu tidak akan terasa berat jika kita menikmatinya dengan hati yang gembira. Sebenarnya hal tersebut memang tidak terlalu berat, apalagi ditunjang fasilitas lain yang tergolong “wah” untuk ukuran saya yang selama ini terbiasa dengan kehidupan anak kost. Fasilitas itu antara lain  makan 3 kali sehari plus snack, kamar ber-AC, tempat tidur empuk dan jasa laundry gratis. Kurang apa coba?
 
Tidak hanya kegiatan yang berhubungan dengan fisik saja yang diberikan. Pengetahuan tentang kepegawaian, nilai-nilai yang berkaitan dengan pekerjaan serta kode etik. Selain itu ada juga sesi  acara pemberian motivasi serta manajemen kalbu. Kedua acara itu membangkitkan pikiran dan perasaan saya yang seakan tertidur oleh buaian keegoisan diri. Sungguh hari-hari yang luar biasa telah saya jalani. Sekali lagi ini baru awal.

Semerah darah, sebening air mata
Itu semboyan kita
Maju ayolah maju, pantang menyerah
Sebelum kita menang...... (sebait kenangan lagu penyemangat)

Aku dan Badminton

Olahraga satu ini sangat saya senangi dari kecil. Sejak kecil saya sudah diajari bapak saya untuk bermain menangkis bulu angsa ini. Saya masih ingat betul ketika waktu itu bapak hanya memiliki satu raket, jadi saya menggunakan penciduk nasi dari kayu yang besar (dalam bahasa Jawa disebut “enthong”). Kami berdua bermain di depan rumah kadang juga di dalam rumah yang sempit. Bapak saya termasuk orang yang gandrung badminton. Tapi karena waktu itu beliau sibuk mengurus usaha baksonya jadi jarang mengembangkan hobinya. Adik dari bapak saya pun juga memiliki darah badminton yang kental. Dia sering ikut turnamen di gedung-gedung olahraga (GOR) dan tidak jarang mendapat juara. Namun yang sedikit negatif dari dirinya adalah sering menggunakan kepiawaiannya memukul shuttlecock untuk ajang taruhan. Entah dari mana darah badminton ini mengalir ke keluarga kami. Terlebih keluarga bapak, dimana setiap saudara laki-laki bapak cukup jago memukul maupun menangkis si bola bulu itu. Padahal kakek saya mungkin belum mengenal apa itu badminton. Mungkin olahraga satu ini merupakan olahraga rakyat waktu jaman bapak saya muda, jadi semua berbondong-bondong bermain olahraga yang menyenangkan ini. Ditambah lagi olahraga ini dari dulu selalu menjadi kebanggaan rakyat Indonesia karena selalu mengharumkan nama bangsa diberbagai kejuaraan dunia. Jadi tidak heran kalau sosialisasi olahraga ini begitu cepat diterima rakyat pada jaman itu. Boleh dibilang ini adalah olahraga pemersatu bangsa. Bapak saya pernah cerita dulu kalau tim Thomas Uber Indonesia bermain maka semua warga desa akan berkumpul di balai desa untuk menontonnya. Dan jumlahnya warga waktu itu begitu banyak sampai yang datang tidak bisa melihat tivinya dan hanya ikut-ikutan bersorak saja. Benar-benar suasana yang menyenangkan.
 
Saya mulai ikut gandrung dengan olahraga ini ketika masih SD, kira-kira kelas 3-4. Berbekal raket milik bapak saya yang sudah tidak dipakai saya mulai bermain dengan teman lain yang memiliki raket. Rasanya sangat menyenangkan ketika merasakan kok dapat kita pukul menggunakan raket. Saya pun sering bermain di lapangan yang dibangun swadaya oleh warga desa, maklum warga desa juga banyak penggila badminton jadi dibela-belain bangun lapangan badminton. Setiap malam desaku selalu ramai dengan orang-orang yang mencari keringat melalui badminton di lapangan terbuka dengan pencahayaan lampu neon di sekelilingnya. Saya pun waktu itu hanya bisa menonton kebolehan para bapak-bapak yang bermain. Sampai akhirnya ada kejuaraan badminton desa untuk anak-anak kebetulan saya ikut berpartisipasi. Karena yang diperlombakan hanya ganda putra, ya apa boleh buat maka pasangan diundi. Saya mendapat teman yang sedikit lebih tua. Waktu itu kami berdua dijagokan bakal menang mudah menghadapi lawan-lawan kami. Tapi di pertandingan pertama justru kami harus menelan kekalahan. Namun dengan kegigihan, kami akhirnya memenangi setiap pertandingan hingga akhirnya menjadi juara. Meski hanya di level kampung, tapi bagi kami sudah suatu yang membanggakan apalagi yang nonton waktu itu begitu banyak, sudah berasa di GOR besar saja.
 
Setelah itu saya dan teman-teman se kampung sering mencoba bermain ke gedung olahraga. Dimana disana terdapat anak-anak yang berlatih secara intensif dengan fasilitas yang lebih memadai. Tentu saja dengan menggunakan raket bagus, sepatu yang bagus pula di tambah lapangan indoor sehingga waktu bermain tidak perlu menunggu angin berhembus pelan dulu seperti kami bermain di desa. Apalagi mereka dilatih oleh pelatih yang handal juga, ya namanya juga sekolah badminton. Pernah terlintas untuk kepengen ikut seperti mereka, namun apa daya biaya yang mahal waktu itu membuat aku tak berminat, lebih baik main di lapangan kampung atau sesekali ke gedung jika gedung sedang kosong. Saya pun menjajal para pemain yang ikut sekolah badminton tersebut, dan ternyata kemampuannya tidak jauh berbeda dengan kami yang hanya bermain tanpa sepatu, dengan kok butut, raket bekas dan lapangan outdoor. Bahkan saya sempat mengalahkan satu diantara mereka. Suatu kebanggan tersendiri buat saya.

Sampai akhirnya saya masuk SMP saya pun vakum bermain badminton, dan bermain jika ada yang mengajak atau sekedar bermain di jalan untuk mencari keringat. Namun badminton tetap menjadi hobi saya, hobbi yang dari kecil tertanam dalam diri ini. Sampai akhirnya waktu kuliah dan sekarang saya sudah bekerja, saya masih menyempatkan untuk bermain. Untuk bernostalgia dengan impian masa kecil saya, untuk sekedar menyalurkan hobi dan untuk berolahraga agar badan sehat. Selain itu saya dedikasikan satu menu dalam blog ini untuk menampung segala sesuatu yang dapat saya share berhubungan dengan hobi saya yang satu ini. Badminton.