Doa Orang Tua Menembus Langit, Membelah Bumi

Saya adalah anak dari seorang Pak Tani dan seorang Ibu Penjual Jamu. Bapakku dulunya sebenarnya seorang pedagang (pedagang bakso tepatnya) tetapi setelah kakekku sakit, lebih tepatnya terkena stroke, Bapak memutuskan mengurus Kakek dan meninggalkan pekerjaan dagangnya yang saat itu sebenarnya sedang laris-larisnya. Bahkan saat itu dengan "hanya" berdagang bakso gerobak, Bapak bisa membeli tanah dan membangun rumah. Bukan sombong, tapi wujud apresiasi dan kebanggaan atas kerja keras seorang Bapak yang mencari nafkah untuk keluarganya. Bapak meninggalkan usaha baksonya untuk mengurus kakek sampai kakek meninggal dunia. Dan akhirnya, Bapak mengurus sawah kakek sampai saat ini. Ya, menjadi seorang petani.  Pokoknya luar biasa pengalaman hidupnya, lain kali ingin saya tulis tersendiri cerita Bapak saya di blog ini. Sejak saat itu otomatis perekonomian keluarga mulai lesu. Ibu tetap merantau di kota dengan berjualan jamu. Jamu gendong, dengan botol yang ditaruh dalam "tenggok" (wadah yang terbuat dari anyaman bambu). Tidak kalah luar biasanya perjuangan hidup beliau, suatu saat akan saya tulis tersendiri kisah Ibu saya. Masa-masa sulit pun kami lalui bersama-sama sekeluarga. Untuk makan saja kadang harus meminjam sana sini. Pernah juga dulu karena tidak punya uang cukup untuk membeli buku sekolah, saya memutuskan memfotokopi buku dengan meminta memakai kertas buram, diperkecil dan bolak-balik. Saking ngiritnya waktu itu. Iuran bulanan sekolah (dulu namanya SPP) pun sering nunggak, sehingga bayarnya pun dirapel ketika mau ujian. Karena waktu itu kita tidak boleh ikut ujian kalau belum membayar SPP. Entah dari mana kedua orang tua mendapatkan uang untuk merapel bayar SPP demi anaknya dapat ikut ujian. 

Dari sisi pendidikan, kedua orang tua saya memang kurang. Bapak dan Ibu sama-sama tidak lulus sekolah dasar, penyebabnya adalah karena faktor ekonomi. Mungkin orang tua dari Bapak dan Ibu (kakek dan nenek saya)  masih berpandangan bahwa anak laki-laki yang penting bisa ngurus sawah dan anak perempuan harus bisa urusan dapur, selebihnya dianggap tidak penting termasuk pendidikan. Namun demikian semangat belajar beliau tinggi. Bapak saya walau tidak selesai SD, tapi  soal hafalan surat-surat Al Quran dan doa beliau jagoan. Tidak heran beliau diangkat menjadi salah satu pengurus masjid di kampung, dan hobinya sampai saat ini adalah membaca. Jangan heran, buku beliau banyak sekali yang disimpan di meja kamar maupaun lemari. Ibu saya juga demikian, walau tak lulus SD, setidaknya untuk baca tulis sudah mahir, bahkan sekarang sudah bisa sms-an...hehe. Namun pandangan kedua orang tua saya berbeda 180 derajat dengan kakek nenek. Kedua orang tua saya berpandangan, bahwa pendidikan adalah hal yang paling penting. Meski mereka tidak lulus SD, mereka ingin anak-anaknya bisa mengenyam pendidikan setinggi-tingginya.

Kedua orang tua rela banting tulang dan bekerja luar biasa hanya agar anak-anaknya dapat bersekolah. Bagaimana tidak luar biasa, Ibu berjalan kaki beberapa kilometer setiap hari dengan mengendong "tenggok" jamu hanya untuk mencari rejeki. Bapak pun demikian, awalnya menjadi pedagang bakso dan sekarang menjadi petani di kampung halaman. Alhamdulillah, usaha bapak dan ibu membuahkan hasil yaitu kakak saya dapat menyelesaikan kuliah di salah satu perguruan tinggi negeri di Yogyakarta. Tentu saja hasil tersebut tidak hanya karena kerja keras Bapak dan Ibu, melainkan juga doa beliau yang tiada henti dipanjatkan kepada ALLAH SWT.

Bagi saya doa Bapak dan Ibu adalah syarat utama setiap saya akan menghadapi segala hal, tentunya juga harus diiringi dengan usaha keras. Ibarat prajurit yang akan maju dalam pertempuran, mereka harus memiliki senjata untuk menaklukkan musuhnya. Bagi saya, senjata sebelum menghadapi segala sesuatu adalah doa orang tua selebihnya tinggal usaha dan kehendak Yang Maha Kuasa. Dahsyatnya doa kedua orang tua sudah saya rasakan sendiri. Saat lulus SMA, harapan melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi (negeri) menjadi impian. Banyak tes saya ikuti tentunya diawali dengan meminta restu dan doa kedua orangtua. Singkat cerita saya gagal di beberapa tes masuk perguruan tinggi. Saat itu pun kondisi ekonomi keluarga memang pas-pasan namun Bapak dan Ibu tetap mendorong saya harus tetap melanjutkan pendidikan tinggi.

Akhirnya doa orangtua terkabul saya diterima di perguruan tinggi negeri di Solo dan di saat yang hampir bersamaan saya juga dinyatakan diterima di salah satu perguruan negeri kedinasan. Meskipun saat itu kami sudah membayar uang masuk perguruan tinggi negeri, tentu dari uang hasil pinjam sana sini oleh kedua orangtua. Bapak dan Ibu tetep mendorong saya untuk masuk ke perguruan negeri kedinasan. Awalnya sempat ragu, karena meski kuliahnya gratis tapi sistem pendidikannya ketat, apabila kita tidak bisa memenuhi nilai yang ditentukan setiap semesternya, maka harus siap angkat kaki dari kampus itu alias DO (drop out). Atas dorongan dan restu orang tua saya pun berangkat menempuh pendidikan di perguruan kedinasan tersebut. Betapa setiap saya merasa pusing, bingung dan takut menghadapi perkuliahan ataupun dosen yang killer saya selalu menelepon kedua orang tua agar senantiasa mendoakan saya. Pun, ketika saya melaksanakan UTS atau UAS, meminta doa sebelum ujian itu wajib hukumnya bagi saya. Entah mengapa seolah-olah beban keruwetan di kepala hilang ketika mendengar restu kedua orang tua. Seperti ada keyakinan bahwa besok saya pasti bisa mengerjakan. Hal tersebut berulang sampai saya akhirnya lulus pendidikan dan harus bekerja di luar pulau kelahiran saya. Saat sudah 2 tahun bekerja, ada kesempatan mengambil beasiswa dan saya pun memanfaatkan peluang yang ada tersebut, sebenarnya tidak banyak berharap dan tidak "pede" juga bisa lulus. Tapi, sekali lagi, setiap sebelum melaksanakan tahapan ujian saya selalu meminta doa kedua orangtua dan diiringi usaha , alhamdulillah bisa lulus.

Cerita di atas hanya sedikit contoh dari dahsyatnya doa orang tua. Ridhollah fi ridhol walidain, ridho Allah tergantung ridho orang tua. Maka jangan sekali-kali menyepelekan doa orang tua, karena kehendak Allah SWT tergantung ridho orang tua. Doa orang tua bak menembus langit dan membelah bumi. Kekuatan super power doa orang tua sudah banyak diceritakan diberbagai dongeng misalnya Malin Kundang, Batu Menangis dll. Dongeng-dongen tersebut menceritakan murka seorang ibu pada anaknya yang durhaka. Karena doa/kutukan sang ibu maka si anak berubah jadi batu. Entah benar atau tidak cerita tersebut, yang jelas pesan yang tersirat adalah kita seharusnya berbakti kepada kedua orang tua. Begitu juga sepenggal cerita hidup saya tadi dimana jalan demi jalan terbuka atas kehendak Tuhan Yang Maha Kuasa tentunya atas doa kedua orangtua. So, yuk kita berbakti kepada orang tua kita. Kita sayangi mereka sebagaimana mereka menyayangi kita di waktu kecil. Bagi yang kedua orang tuanya masih ada, berlomba-lombalah membahagiakan mereka sekecil apapun bentuknya mumpung masih ada kesempatan. Bukankah kita sewaktu kecil selalu diusahakan mendapatkan sesuatu yang terbaik oleh orang tua kita? selagi kita mampu maka sudah sepatutnya kita berikan yang terbaik juga untuk mereka. Kalau kalian terkendala karena jarak yang jauh dengan orang tua, mungkin karena sedang kuliah, merantau, tugas negara dll. Maka sering-seringlah untuk menelepon mereka, percayalah suara kalian itu sudah sangat membuat kedua orang tua bahagia. Jika kedua orang tua (atau salah satu) sudah meninggal, maka jangan putus-putus untuk mendoakan mereka. Karena yang menemani mereka di alam kubur salah satunya adalah doa dari kita anak-anaknya.
Hormati dan sayangi kedua orang tua kita. Waktu ini terlalu pendek untuk membalas jasa mereka.





Lanjut Sekolah Lagi

Lama sekali tidak menulis di blog ini. Bahkan di sosial media lainnya pun juga jarang nulis sekedar status, komen, tweet atau apalah. Entah mengapa lebih nyaman menjadi penikmat informasi saja alias silent reader di era kebebasan di dunia maya yang menurut saya sudah kebablasan. Tapi akhir-akhir ini saya harus dipaksa nulis. Hukumnya wajib lagi. Haram kalo gak nulis. Hmmm.. wajib nulis seekripppsiii (ngomongnya pake nada komentator tinju pas manggil si petinju naik ring). Wajib kalo mau lulus kuliah sih.  Duh jari-jari kaya udah kaku beku. Begitu juga otak ini, kok jadi "bujel". Tau "bujel" kan? Itu pensil yang bagian karbonnya patah atau ilang. Pastinya buat nulis gak bisa, kalo pun bisa pasti juga gak kebaca... lha wong gak ono karbone...bujelll woy bujjell.

Gak nyangka cepet banget sudah sampai fase ini, padahal rasanya baru kemarin masuk kuliah. Yup setelah kerja kurang lebih 3 tahun di kota seberang. Akhirnya "keberuntungan" kembali menghampiriku untuk kembali menginjakkan kaki ke Jakarta. Keberuntungan itu bernama "Lanjut Sekolah Lagi". Memang ini sebenarnya salah satu "milestone" yang pengen saya capai setelah saya lulus D3. Kerja lalu lanjut sekolah lagi, kalo bisa cari beasiswa, syukur-syukur dapat keterima. Dan alhamdulillah bisa keterima di kampus tempat kuliah D3 dulu. Sebenernya antara percaya atau tidak, sampai saat ini pun masih agak setengah percaya... bisa sampai semester akhir lagi (buseng). Semangka.. semangat kaka.. (opo sih).
Ngalnturnya sudah dulu, sekarang mau bahas yang ada pesan moralnya. Jeng jeng..

Yup, akhirnya bisa lanjutt sekolah lagi... keterima D4..(sambil tarik nafas dalam-dalam). Waktu keterima itu rasanya antara seneng, takut, bahagia, was-was.. campur aduk. Bagaimana tidak, kemampuan saya yang seperti ini bisa "beruntung" lolos seleksi. Saya selalu menganggap hasil yang saya dapat adalah suatu "keberuntungan". Mungkin terkadang ketika saya mengatakan hal tersebut kepada orang lain, mereka menganggap saya terlalu merendahkan diri. Memang sebenarnya diri saya rendah kok, gak lebih dari 165 cm kayaknya hehe. Tapi bagi saya keberuntungan adalah suatu hasil dari formula fungsi usaha keras, tekad, persiapan, doa, kepasrahan, dan faktor-faktor lain yang tidak bakal muat jika ditulis dalam postingan ini. Banyak sekali hal-hal yang bekerja untuk membentuk suatu keberuntungan, tentunya semua itu atas kehendak-Nya. Jadi sungguh tidak pantas ketika saya berhasil mencapai hasil yang baik kemudian dengan jumawa mengatakan "ini karena usaha saya selama ini". Karena menurut saya, hasil baik yang dicapai itu melibatkan proses yang sangat rumit, melibatkan berbagai hal dan ajaib. Betapa tidak rumit, dimulai dari cara kerja otak kita dalam berpikir yang menyambungkan berbagai sel-sel neuron sehingga bisa merespon keadaan sekitar saja sudah hal yang sangat rumit, bahkan sangat ajaib. Maha Besar Allah. Belum lagi proses kita dapat mencapai suatu hasil yang gemilang, tentunya berbagai proses rumit di alam semesta ikut mendukung kita mencapai hasil yang baik tadi.

Sebelum saya lanjut sekolah lagi, saya bekerja di sebuah kota di pulau seberang (saat ini pun masih berstatus pekerja di sana sih). Kota tempat saya bekerja itu relatif kecil, sehingga tidak ada kampus besar disana. Ada sih kampus sekolah tinggi xxx, tapi akreditasinya saya kurang sreg. Sementara saya sudah menetapkan tekad harus "lanjut sekolah lagi" gak cuma D3 (kata temen sih kepanjangannya DorongDorongDus, sesuai dengan pekerjaannya). Setidaknya bisa ke jenjang S1 (kata teman sih kerjanya Santaii), atau sampai S2 (SantaiSantai), atau sampai S3 (SantaiSantaiSekali). Kepanjangan2 itu salah, jangan dijadikan sebagai landasan teori, karena pada faktanya semakin tinggi pendidikan maka tanggung jawabnya pun semakin besar.

Karena tekad saya sudah bulat seperti tahu bulat digoreng dadakan dan rasanya tetep gurih-gurih nyoy.  (Opo meneh sih iki). Intinya saya punya tekad untuk lanjut sekolah lagi. Waktu itu saya berencana setelah diperbolehkan untuk melanjutkan pendidikan, saya akan mencoba berbagai jalur dan kesempatan yang ada. Tentunya dengan berbagai persiapan yang dilakukan. Jadi waktu itu ketentuannya, saya boleh sekolah lagi asal sudah 2 tahun lebih bekerja. Selama 2 tahun bekerja saya melakukan berbagai persiapan untuk memantaskan diri bisa lolos jalur beasiswa. Jalur beasiswa menjadi target pertama, ya kalo gak lolos sih paling kuliah di "universitas yang tidak tertutup" itu (iykwim). Jadi selama 2 tahun saya melakukan beberapa persiapan. Saya membeli lampu mirip logo pixar, niatnya biar bantu penerangan buat baca buku.. tapi akhirnya buat penerangan main game.. zzz. Terus saya beli meja lesehan, pesen langsung ukurannya dan warnanya, niatnya sih buat alas ngerjain latihan soal dan baca2... tapi ujung2nya tetep buat alas main game. Sungguh persiapan yang gak penting.

Anyway, di sela-sela bekerja saya tetep sempatkan waktu untuk sekedar membaca atau mengerjakan latihan soal. Setiap sarapan pagi di meja kerja, sembari menghabiskan sebungkus nasi atau semangkuk model/tekwan (gak tahu bedanya) saya coba membaca dan mengerjakan soal. Alhasil, setelah sarapan perut kenyang otak melayang. Kalo di kontrakan ada waktu ya saya gunakan untuk sedikit2 baca dan latihan soal. Saya juga manfaatkan handphone untuk menunjang belajar. Memori handphone saya isi file-file ebook atau file-file latihan soal dan kadang saat ada waktu luang (misalnya waktu di toilet sambil BAB)  saya bisa dengan praktis untuk belajar. Oh ya, selain itu saya juga memanfaatkan kertas yang sudah tidak terpakai di kantor (baca/: kertas bekas,/:kertas yang salah ketik) untuk diprint seukuran kantong baju. Nah, ini cukup efektif juga untuk belajar praktis sambil coret-coret di kertas, kalo udah bosen ya tinggal dikantongi (atau dibuang aja). Pokoknya disela-sela bekerja dan tugas negara saya coba sempatkan waktu untuk berpikir dan belajar sebisa saya dan semampu saya. Tentunya dengan diiringi doa agar dimudahkan dalam usaha saya untuk dapat belajar sambil bekerja.

Alhamdulillah setelah mengikuti ujian untuk lanjut sekolah, nama saya ada di dalam pengumuman. Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan diiringi keinginan luhur, akhirnya usaha selama ini berbuah hasil yang manis. Rasanya tidak percaya, senang, terharu, campur aduk. Jujur waktu lihat pengumuman saya takut dan minder, dan ada pertanyaan di benak saya. "Apakah pantas saya untuk lulus dan melanjutkan pendidikan selanjutnya? padahal kemampuan saya sendiri ya cuma pas-pasan". Saya masih menganggap ini sebagai keberuntungan. Keberuntungan yang hadir kedua kalinya, pasalnya saya seperti merasakan dejavu seperti waktu dinyatakan diterima pendidikan D3 di kampus yang sama. Ah, benar-benar campur aduk.

Hasil tidak pernah mengkhianati usaha. Suatu pepatah yang pernah saya dengar dan saya masih sepenuhnya tidak percaya dengan pepatah itu. Jujur saya sempat memiliki stereotype pemikiran  bahwa hasil akhir yang baik adalah suatu keberuntungan, dan hasil akhir yang jelek adalah suatu kegagalan. Betapa jahatnya saya jika memiliki pemikiran itu, seolah2 saya tidak menghargai usaha saya sendiri dan tentunya tidak menghargai campur tangan Yang Maha Kuasa atas doa-doa saya selama ini. Akhirnya saya mencoba mamahami kembali pepatah "hasil tidak pernah mengkhianati usaha (dan doa)". Selama ini keberuntungan yang saya anggap adalah suatu pemberian Tuhan di waktu yang tepat ternyata keliru. Keberuntungan adalah suatu hadiah dari Tuhan atas kerja keras dan usaha yang kita kerjakan diiringi doa baik doa dari diri kita sendiri maupun orang-orang lain yang mendoakan kita yang diberikan kepada kita pada waktu yang tepat (bahkan kita tidak pernah menyangka). Saya tidak tahu ada dalil atau tulisan sebelumnya yang menyatakan seperti ini yang jelas itu yang menjadi pemikiran saya saat ini.

Saya pun saat ini sedang berusaha menyelesaikan skripsi yang telah saya mulai dan harus saya selesaikan, tentunya dengan diiringi doa agar menghasilkan buah yang manis diakhir.

(Ditulis disela-sela mengerjakan skripsi)

Thank You

Lama tidak membuka blog. Jadi kangen sama tulisan-tulisan saya sendiri. Hihi. Awalnya iseng googling blog sendiri karena males nulis alamat, eh kok malah keluar berberapa link skripsi yang memakai referensi dan sumber dari blog ini. Antara kaget dan seneng. Kaget, karena blog yang saya buat atas dasar keisengan ini ternyata dipercaya beberapa orang sebagai referensi untuk menulis skripsi. Wow. Seneng, karena apa yang saya tulis dapat bermanfaat bagi orang lain, tentunya saya menulis juga berdasarkan berbagai sumber yang ada (bukan semata-mata hasil pemikiran pribadi). Salah satu postingan yang banyak digunakan sebagai referensi adalah postingan Perbedaan Sarana dan Prasarana. Gak nyangka postingan simple berawal dari rasa ingin tahu dan kemudian mencari berbagai sumber untuk menjawab, lalu menyimpulkan dengan pemikiran saya yang sederhana dan tentunya kurang ilmu ini malah dijadikan rujukan ilmiah. Saya hanya men-share apa yang saya ketahui dari berbagai sumber (tentunya saya cantumkan sumber tersebut)  dan kalo pun otak ini lagi tidak males, saya tuliskan percikan-percikan ide dari otak yang kurang ilmu ini. 

Sekali lagi terima kasih atas kepercayaannya menggunakan blog ini sebagai referensi. Semoga membantu dan bermanfaat bagi siapa pun yang membutuhkan informasi yang saya sajikan dalam blog ini. Sukses buat kita semua.