Sebuah paradigma baru dalam dunia kerja, ketika etos kerja seakan terlihat sumir dibanding derajat pendidikan yang dimiliki seseorang. Mungkin hal seperti itu yang tengah terjadi dalam dunia kerja saat ini. Dimanapun tempat bekerjanya (entah itu swasta, BUMN, pemerintah maupun wiraswasta). Hal seperti ini akan sering dijumpai. Mindset para perekrut tenaga kerja atau atasan, lebih melihat status akademis seseorang dari pada etos kerja yang ada. Tidak dipungkiri semakin maju zaman, semakin diperlukan sumber daya manusia yang kompeten, dan salah satu "indikator instan" untuk menentukan kriteria "kompeten" adalah status akademis. Semakin tinggi akademis seseorang maka "nilai jualnya" pun akan semakin tinggi.
Ya beginilah keadaannya, itulah realita yang harus dihadapi. Mungkin kini banyak orang-orang yang berlomba-lomba mencari gelar kesana kemari. Hanya demi sebuah pengakuan yang tersemat pada namanya. Padahal tidak sedikit juga mereka yang mendapatkan gelar atau status akademis dengan cara yang tidak benar.
Lalu bagaimana jika seseorang memiliki etos kerja tinggi dan ulet, tetapi status akademis mereka tidak diperhitungkan? Ini juga kelanjutan realita tadi. Tidak ada jalan lain selain menghadapi tantangan dan membuktikannya. Bukan berarti seseorang yang tidak bersekolah sekalipun harus kalah dengan seorang professor. Jika orang yang tidak bersekolah tersebut mau bekerja keras, jauh lebih baik daripada seorang professor yang hanya pandai beretorika saja.
Pada intinya semua bermuara ke kerja keras. Percuma embel-embel gelar yang panjang tanpa ada kontribusi nyata. Apalagi yang gag punya gelar dan tidak memiliki kontribusi, mau jadi apa??. Tapi sebaliknya dengan kerja keras, sepanjang maupun sependek apapun gelar akademis, maka kesuksesan akan datang menghampiri. (Sebuah catatan dari pengalaman hidup).