Seperti biasa, pagi itu semangat untuk bekerja masih luar biasa militan layaknya hari-hari yang lalu. Tidak terpikir bahwa hari itu adalah penentuan dimana saya dan teman-teman seperjuangan (magang) akan ditempatkan. Dari pagi hingga siang asyik bekerja dengan sok sibuknya (haha), tanpa merasa keadaan ini mungkin akan berubah dalam hitungan jam. Saat istirahat, barulah sedikit demi sedikit aura dan suasana yang aneh terasa. Diawali dengan ingat tentang kado, ya seluruh teman-teman seperjuangan diharapkan membawa kado seharga 10 ribu – 30 ribu rupiah untuk acara sore nanti, apalagi kalau bukan acara pengumuman nasib.
Perut yang sudah keroncongan dari tadi pagi pun sudah minta diisi ulang. Saatnya menuju “forum kantin pojok”, kenapa saya sebut forum? Karena di situ sering dijadikan tempat teman-teman seperjuangan untuk sarapan dan makan siang sambil ngobrolin suka duka pekerjaan atau sekedar ngbrol santai ngalor ngidul. Selepas makan siang, saatnya bergabung dengan “forum bawah tangga masjid”, di sini hampir sama dengan forum sebelumnya, mungkin yang membedakan adalah anggota forumnya yaitu teman-teman yang sudah selesai sholat Dhuhur (sebagian juga ada yg belum sholat sih) dan topiknya mungkin agak serius (haha). Selesai mengikuti kedua forum tersebut barulah berburu kado, rencananya sih kado itu buat acara tuker-tukeran kado dengan teman-teman seperjuangan yang barangkali ditujukan untuk sekedar penetralisir shock yang mungkin akan terjadi setelah membuka “amplop nasib” nanti (hehe).
Matahari semakin mengelincir ke arah barat, seiring semakin dekat pengumuman penempatan akan digelincirkan (bahasa opo iki). Ternyata sekonyong-konyong (apa pula ini), acara sore itu dimajukan setengah jam lebih cepat. Denyut jantung masih biasa saja, bahkan belum ada bayangan/perkiraan/cenayang di mana saya akan di tempatkan. Ya perasaannya masih biasa-biasa saja seperti biasanya, seolah-olah menghadapi hari yang biasa-biasa saja padahal ini hari yang gak biasaa.
Kami pun berkumpul di ruang penentuan, hmmm entah sudah berapa banyak anak manusia (senior) nasibnya ditentukan di ruangan ini dan kini adalah giliran kami. Begitu masuk ruangan ini suasana “biasa” tadi berubah seketika, mata berair-air dan senyum yang tidak bisa menutupi kegelisahan yang terpancar dari setiap wajah. Sembari menunggu kedatangan pimpinan, semua sibuk menghafal beberapa hal yang sering ditanya oleh pimpinan (mungkin berharap kalau bisa menjawab pertanyaan akan merubah semuanya, padahal logikannya keputusan sudah ditandatangani dan dimasukan dalam amplop, berubah? gak mungkin kayaknya).
Acara pun dimulai dengan pengarahan dari pimpinan tertinggi di instansi ini. Pengarahaan berjalan dengan santai namun serius, tetapi suasana berubah sedikit tegang ketika beliau mengetahui ada beberapa peserta berbicara sendiri saat pengarahan. Namun semua berjalan normal kembali, sampai akhirnya hal yang ditunggu-tunggu tiba. Apalagi kalau bukan pembagian amplop penempatan. Sebelum pembagian amplop, kami diberi waktu 10 menit untuk menunaikan sholat Ashar (padahal waktu itu sudah mendekati waktu Maghrib, maklum protokoler).
Tibalah saatnya untuk pembagian amplop penempatan, di dalam sepucuk amplop itulah masa depanku untuk beberapa tahun tertulis jelas. Kami dipanggil satu per satu ke depan untuk menerima amplop, kemudian dipersilahkan keluar untuk membuka amplop tersebut. Jantung semakin berdetak kencang ketika satu per satu teman keluar ruangan. Dan... tibalah saatnya namaku dipanggil ke depan, dengan langkah tegap cepat menutupi keresahan saya jemput amplop itu. Sedikit gemetar ketika menerima amplop itu, ternyata amplop yang ditunggu2 selama ini ringan sekali (tapi tidak seringan memikirkannya).
Sampai di luar sudah banyak teman-teman yang tertawa, sedih, menangis, bahkan tanpa ekspresi sama sekali. Aku duduk di kursi dan mencoba menarik napas panjang, menyiapkan segala mental menghadapi kenyataan yang akan kubaca sebentar lagi. Dan ketika aku buka, di bagian paling bawah halaman pertama dari dua halaman tertulis nama saya dan di tempatkan di kabupaten Lahat. Nama daerah yang masih asing bagiku, bahkan waktu itu aku tidak tahu dimana tempat itu berada. Sempat terdiam sejenak, tapi entah kenapa perasaanku lega. Ya sudah ini memang yang ditakdirkan untuk saya, pasti ada hikmahnya dari keputusan ini. Begitu selesai membacanya kemudian saya menghampiri satu per satu teman saya dan menanyakan penempatan mereka. Banyak yang menanyakan “Lahat itu dimana sih?”, dan saya pun tidak tahu juga dimana itu (ironis). Dari pertanyaan itulah pikiran saya mulai tidak tenang. Tapi akhirnya mendapat sedikit pencerahan dari salah seorang teman kalau Lahat itu berada di daerah Sumatera Selatan deket Palembang, ya setidaknya masih kawasan Indonesia Barat. Perasaan pun kembali sedikit tenang, tapi tetap aneh juga ketika saya menyebut nama kota itu ..”Lahat”.