Lama sekali tidak menulis di blog ini. Bahkan di sosial media lainnya pun juga jarang nulis sekedar status, komen, tweet atau apalah. Entah mengapa lebih nyaman menjadi penikmat informasi saja alias silent reader di era kebebasan di dunia maya yang menurut saya sudah kebablasan. Tapi akhir-akhir ini saya harus dipaksa nulis. Hukumnya wajib lagi. Haram kalo gak nulis. Hmmm.. wajib nulis seekripppsiii (ngomongnya pake nada komentator tinju pas manggil si petinju naik ring). Wajib kalo mau lulus kuliah sih. Duh jari-jari kaya udah kaku beku. Begitu juga otak ini, kok jadi "bujel". Tau "bujel" kan? Itu pensil yang bagian karbonnya patah atau ilang. Pastinya buat nulis gak bisa, kalo pun bisa pasti juga gak kebaca... lha wong gak ono karbone...bujelll woy bujjell.
Gak nyangka cepet banget sudah sampai fase ini, padahal rasanya baru kemarin masuk kuliah. Yup setelah kerja kurang lebih 3 tahun di kota seberang. Akhirnya "keberuntungan" kembali menghampiriku untuk kembali menginjakkan kaki ke Jakarta. Keberuntungan itu bernama "Lanjut Sekolah Lagi". Memang ini sebenarnya salah satu "milestone" yang pengen saya capai setelah saya lulus D3. Kerja lalu lanjut sekolah lagi, kalo bisa cari beasiswa, syukur-syukur dapat keterima. Dan alhamdulillah bisa keterima di kampus tempat kuliah D3 dulu. Sebenernya antara percaya atau tidak, sampai saat ini pun masih agak setengah percaya... bisa sampai semester akhir lagi (buseng). Semangka.. semangat kaka.. (opo sih).
Ngalnturnya sudah dulu, sekarang mau bahas yang ada pesan moralnya. Jeng jeng..
Yup, akhirnya bisa lanjutt sekolah lagi... keterima D4..(sambil tarik nafas dalam-dalam). Waktu keterima itu rasanya antara seneng, takut, bahagia, was-was.. campur aduk. Bagaimana tidak, kemampuan saya yang seperti ini bisa "beruntung" lolos seleksi. Saya selalu menganggap hasil yang saya dapat adalah suatu "keberuntungan". Mungkin terkadang ketika saya mengatakan hal tersebut kepada orang lain, mereka menganggap saya terlalu merendahkan diri. Memang sebenarnya diri saya rendah kok, gak lebih dari 165 cm kayaknya hehe. Tapi bagi saya keberuntungan adalah suatu hasil dari formula fungsi usaha keras, tekad, persiapan, doa, kepasrahan, dan faktor-faktor lain yang tidak bakal muat jika ditulis dalam postingan ini. Banyak sekali hal-hal yang bekerja untuk membentuk suatu keberuntungan, tentunya semua itu atas kehendak-Nya. Jadi sungguh tidak pantas ketika saya berhasil mencapai hasil yang baik kemudian dengan jumawa mengatakan "ini karena usaha saya selama ini". Karena menurut saya, hasil baik yang dicapai itu melibatkan proses yang sangat rumit, melibatkan berbagai hal dan ajaib. Betapa tidak rumit, dimulai dari cara kerja otak kita dalam berpikir yang menyambungkan berbagai sel-sel neuron sehingga bisa merespon keadaan sekitar saja sudah hal yang sangat rumit, bahkan sangat ajaib. Maha Besar Allah. Belum lagi proses kita dapat mencapai suatu hasil yang gemilang, tentunya berbagai proses rumit di alam semesta ikut mendukung kita mencapai hasil yang baik tadi.
Sebelum saya lanjut sekolah lagi, saya bekerja di sebuah kota di pulau seberang (saat ini pun masih berstatus pekerja di sana sih). Kota tempat saya bekerja itu relatif kecil, sehingga tidak ada kampus besar disana. Ada sih kampus sekolah tinggi xxx, tapi akreditasinya saya kurang sreg. Sementara saya sudah menetapkan tekad harus "lanjut sekolah lagi" gak cuma D3 (kata temen sih kepanjangannya DorongDorongDus, sesuai dengan pekerjaannya). Setidaknya bisa ke jenjang S1 (kata teman sih kerjanya Santaii), atau sampai S2 (SantaiSantai), atau sampai S3 (SantaiSantaiSekali). Kepanjangan2 itu salah, jangan dijadikan sebagai landasan teori, karena pada faktanya semakin tinggi pendidikan maka tanggung jawabnya pun semakin besar.
Karena tekad saya sudah bulat seperti tahu bulat digoreng dadakan dan rasanya tetep gurih-gurih nyoy. (Opo meneh sih iki). Intinya saya punya tekad untuk lanjut sekolah lagi. Waktu itu saya berencana setelah diperbolehkan untuk melanjutkan pendidikan, saya akan mencoba berbagai jalur dan kesempatan yang ada. Tentunya dengan berbagai persiapan yang dilakukan. Jadi waktu itu ketentuannya, saya boleh sekolah lagi asal sudah 2 tahun lebih bekerja. Selama 2 tahun bekerja saya melakukan berbagai persiapan untuk memantaskan diri bisa lolos jalur beasiswa. Jalur beasiswa menjadi target pertama, ya kalo gak lolos sih paling kuliah di "universitas yang tidak tertutup" itu (iykwim). Jadi selama 2 tahun saya melakukan beberapa persiapan. Saya membeli lampu mirip logo pixar, niatnya biar bantu penerangan buat baca buku.. tapi akhirnya buat penerangan main game.. zzz. Terus saya beli meja lesehan, pesen langsung ukurannya dan warnanya, niatnya sih buat alas ngerjain latihan soal dan baca2... tapi ujung2nya tetep buat alas main game. Sungguh persiapan yang gak penting.
Anyway, di sela-sela bekerja saya tetep sempatkan waktu untuk sekedar membaca atau mengerjakan latihan soal. Setiap sarapan pagi di meja kerja, sembari menghabiskan sebungkus nasi atau semangkuk model/tekwan (gak tahu bedanya) saya coba membaca dan mengerjakan soal. Alhasil, setelah sarapan perut kenyang otak melayang. Kalo di kontrakan ada waktu ya saya gunakan untuk sedikit2 baca dan latihan soal. Saya juga manfaatkan handphone untuk menunjang belajar. Memori handphone saya isi file-file ebook atau file-file latihan soal dan kadang saat ada waktu luang (misalnya waktu di toilet sambil BAB) saya bisa dengan praktis untuk belajar. Oh ya, selain itu saya juga memanfaatkan kertas yang sudah tidak terpakai di kantor (baca/: kertas bekas,/:kertas yang salah ketik) untuk diprint seukuran kantong baju. Nah, ini cukup efektif juga untuk belajar praktis sambil coret-coret di kertas, kalo udah bosen ya tinggal dikantongi (atau dibuang aja). Pokoknya disela-sela bekerja dan tugas negara saya coba sempatkan waktu untuk berpikir dan belajar sebisa saya dan semampu saya. Tentunya dengan diiringi doa agar dimudahkan dalam usaha saya untuk dapat belajar sambil bekerja.
Alhamdulillah setelah mengikuti ujian untuk lanjut sekolah, nama saya ada di dalam pengumuman. Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan diiringi keinginan luhur, akhirnya usaha selama ini berbuah hasil yang manis. Rasanya tidak percaya, senang, terharu, campur aduk. Jujur waktu lihat pengumuman saya takut dan minder, dan ada pertanyaan di benak saya. "Apakah pantas saya untuk lulus dan melanjutkan pendidikan selanjutnya? padahal kemampuan saya sendiri ya cuma pas-pasan". Saya masih menganggap ini sebagai keberuntungan. Keberuntungan yang hadir kedua kalinya, pasalnya saya seperti merasakan dejavu seperti waktu dinyatakan diterima pendidikan D3 di kampus yang sama. Ah, benar-benar campur aduk.
Hasil tidak pernah mengkhianati usaha. Suatu pepatah yang pernah saya dengar dan saya masih sepenuhnya tidak percaya dengan pepatah itu. Jujur saya sempat memiliki stereotype pemikiran bahwa hasil akhir yang baik adalah suatu keberuntungan, dan hasil akhir yang jelek adalah suatu kegagalan. Betapa jahatnya saya jika memiliki pemikiran itu, seolah2 saya tidak menghargai usaha saya sendiri dan tentunya tidak menghargai campur tangan Yang Maha Kuasa atas doa-doa saya selama ini. Akhirnya saya mencoba mamahami kembali pepatah "hasil tidak pernah mengkhianati usaha (dan doa)". Selama ini keberuntungan yang saya anggap adalah suatu pemberian Tuhan di waktu yang tepat ternyata keliru. Keberuntungan adalah suatu hadiah dari Tuhan atas kerja keras dan usaha yang kita kerjakan diiringi doa baik doa dari diri kita sendiri maupun orang-orang lain yang mendoakan kita yang diberikan kepada kita pada waktu yang tepat (bahkan kita tidak pernah menyangka). Saya tidak tahu ada dalil atau tulisan sebelumnya yang menyatakan seperti ini yang jelas itu yang menjadi pemikiran saya saat ini.
Saya pun saat ini sedang berusaha menyelesaikan skripsi yang telah saya mulai dan harus saya selesaikan, tentunya dengan diiringi doa agar menghasilkan buah yang manis diakhir.
(Ditulis disela-sela mengerjakan skripsi)
Gak nyangka cepet banget sudah sampai fase ini, padahal rasanya baru kemarin masuk kuliah. Yup setelah kerja kurang lebih 3 tahun di kota seberang. Akhirnya "keberuntungan" kembali menghampiriku untuk kembali menginjakkan kaki ke Jakarta. Keberuntungan itu bernama "Lanjut Sekolah Lagi". Memang ini sebenarnya salah satu "milestone" yang pengen saya capai setelah saya lulus D3. Kerja lalu lanjut sekolah lagi, kalo bisa cari beasiswa, syukur-syukur dapat keterima. Dan alhamdulillah bisa keterima di kampus tempat kuliah D3 dulu. Sebenernya antara percaya atau tidak, sampai saat ini pun masih agak setengah percaya... bisa sampai semester akhir lagi (buseng). Semangka.. semangat kaka.. (opo sih).
Ngalnturnya sudah dulu, sekarang mau bahas yang ada pesan moralnya. Jeng jeng..
Yup, akhirnya bisa lanjutt sekolah lagi... keterima D4..(sambil tarik nafas dalam-dalam). Waktu keterima itu rasanya antara seneng, takut, bahagia, was-was.. campur aduk. Bagaimana tidak, kemampuan saya yang seperti ini bisa "beruntung" lolos seleksi. Saya selalu menganggap hasil yang saya dapat adalah suatu "keberuntungan". Mungkin terkadang ketika saya mengatakan hal tersebut kepada orang lain, mereka menganggap saya terlalu merendahkan diri. Memang sebenarnya diri saya rendah kok, gak lebih dari 165 cm kayaknya hehe. Tapi bagi saya keberuntungan adalah suatu hasil dari formula fungsi usaha keras, tekad, persiapan, doa, kepasrahan, dan faktor-faktor lain yang tidak bakal muat jika ditulis dalam postingan ini. Banyak sekali hal-hal yang bekerja untuk membentuk suatu keberuntungan, tentunya semua itu atas kehendak-Nya. Jadi sungguh tidak pantas ketika saya berhasil mencapai hasil yang baik kemudian dengan jumawa mengatakan "ini karena usaha saya selama ini". Karena menurut saya, hasil baik yang dicapai itu melibatkan proses yang sangat rumit, melibatkan berbagai hal dan ajaib. Betapa tidak rumit, dimulai dari cara kerja otak kita dalam berpikir yang menyambungkan berbagai sel-sel neuron sehingga bisa merespon keadaan sekitar saja sudah hal yang sangat rumit, bahkan sangat ajaib. Maha Besar Allah. Belum lagi proses kita dapat mencapai suatu hasil yang gemilang, tentunya berbagai proses rumit di alam semesta ikut mendukung kita mencapai hasil yang baik tadi.
Sebelum saya lanjut sekolah lagi, saya bekerja di sebuah kota di pulau seberang (saat ini pun masih berstatus pekerja di sana sih). Kota tempat saya bekerja itu relatif kecil, sehingga tidak ada kampus besar disana. Ada sih kampus sekolah tinggi xxx, tapi akreditasinya saya kurang sreg. Sementara saya sudah menetapkan tekad harus "lanjut sekolah lagi" gak cuma D3 (kata temen sih kepanjangannya DorongDorongDus, sesuai dengan pekerjaannya). Setidaknya bisa ke jenjang S1 (kata teman sih kerjanya Santaii), atau sampai S2 (SantaiSantai), atau sampai S3 (SantaiSantaiSekali). Kepanjangan2 itu salah, jangan dijadikan sebagai landasan teori, karena pada faktanya semakin tinggi pendidikan maka tanggung jawabnya pun semakin besar.
Karena tekad saya sudah bulat seperti tahu bulat digoreng dadakan dan rasanya tetep gurih-gurih nyoy. (Opo meneh sih iki). Intinya saya punya tekad untuk lanjut sekolah lagi. Waktu itu saya berencana setelah diperbolehkan untuk melanjutkan pendidikan, saya akan mencoba berbagai jalur dan kesempatan yang ada. Tentunya dengan berbagai persiapan yang dilakukan. Jadi waktu itu ketentuannya, saya boleh sekolah lagi asal sudah 2 tahun lebih bekerja. Selama 2 tahun bekerja saya melakukan berbagai persiapan untuk memantaskan diri bisa lolos jalur beasiswa. Jalur beasiswa menjadi target pertama, ya kalo gak lolos sih paling kuliah di "universitas yang tidak tertutup" itu (iykwim). Jadi selama 2 tahun saya melakukan beberapa persiapan. Saya membeli lampu mirip logo pixar, niatnya biar bantu penerangan buat baca buku.. tapi akhirnya buat penerangan main game.. zzz. Terus saya beli meja lesehan, pesen langsung ukurannya dan warnanya, niatnya sih buat alas ngerjain latihan soal dan baca2... tapi ujung2nya tetep buat alas main game. Sungguh persiapan yang gak penting.
Anyway, di sela-sela bekerja saya tetep sempatkan waktu untuk sekedar membaca atau mengerjakan latihan soal. Setiap sarapan pagi di meja kerja, sembari menghabiskan sebungkus nasi atau semangkuk model/tekwan (gak tahu bedanya) saya coba membaca dan mengerjakan soal. Alhasil, setelah sarapan perut kenyang otak melayang. Kalo di kontrakan ada waktu ya saya gunakan untuk sedikit2 baca dan latihan soal. Saya juga manfaatkan handphone untuk menunjang belajar. Memori handphone saya isi file-file ebook atau file-file latihan soal dan kadang saat ada waktu luang (misalnya waktu di toilet sambil BAB) saya bisa dengan praktis untuk belajar. Oh ya, selain itu saya juga memanfaatkan kertas yang sudah tidak terpakai di kantor (baca/: kertas bekas,/:kertas yang salah ketik) untuk diprint seukuran kantong baju. Nah, ini cukup efektif juga untuk belajar praktis sambil coret-coret di kertas, kalo udah bosen ya tinggal dikantongi (atau dibuang aja). Pokoknya disela-sela bekerja dan tugas negara saya coba sempatkan waktu untuk berpikir dan belajar sebisa saya dan semampu saya. Tentunya dengan diiringi doa agar dimudahkan dalam usaha saya untuk dapat belajar sambil bekerja.
Alhamdulillah setelah mengikuti ujian untuk lanjut sekolah, nama saya ada di dalam pengumuman. Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan diiringi keinginan luhur, akhirnya usaha selama ini berbuah hasil yang manis. Rasanya tidak percaya, senang, terharu, campur aduk. Jujur waktu lihat pengumuman saya takut dan minder, dan ada pertanyaan di benak saya. "Apakah pantas saya untuk lulus dan melanjutkan pendidikan selanjutnya? padahal kemampuan saya sendiri ya cuma pas-pasan". Saya masih menganggap ini sebagai keberuntungan. Keberuntungan yang hadir kedua kalinya, pasalnya saya seperti merasakan dejavu seperti waktu dinyatakan diterima pendidikan D3 di kampus yang sama. Ah, benar-benar campur aduk.
Hasil tidak pernah mengkhianati usaha. Suatu pepatah yang pernah saya dengar dan saya masih sepenuhnya tidak percaya dengan pepatah itu. Jujur saya sempat memiliki stereotype pemikiran bahwa hasil akhir yang baik adalah suatu keberuntungan, dan hasil akhir yang jelek adalah suatu kegagalan. Betapa jahatnya saya jika memiliki pemikiran itu, seolah2 saya tidak menghargai usaha saya sendiri dan tentunya tidak menghargai campur tangan Yang Maha Kuasa atas doa-doa saya selama ini. Akhirnya saya mencoba mamahami kembali pepatah "hasil tidak pernah mengkhianati usaha (dan doa)". Selama ini keberuntungan yang saya anggap adalah suatu pemberian Tuhan di waktu yang tepat ternyata keliru. Keberuntungan adalah suatu hadiah dari Tuhan atas kerja keras dan usaha yang kita kerjakan diiringi doa baik doa dari diri kita sendiri maupun orang-orang lain yang mendoakan kita yang diberikan kepada kita pada waktu yang tepat (bahkan kita tidak pernah menyangka). Saya tidak tahu ada dalil atau tulisan sebelumnya yang menyatakan seperti ini yang jelas itu yang menjadi pemikiran saya saat ini.
Saya pun saat ini sedang berusaha menyelesaikan skripsi yang telah saya mulai dan harus saya selesaikan, tentunya dengan diiringi doa agar menghasilkan buah yang manis diakhir.
(Ditulis disela-sela mengerjakan skripsi)