Hari itu tanggal 25 Mei 2005. Hari yang bener-benar ditunggu oleh para
pendukung dua klub besar berbeda mahzab. Yaitu AC Milan yang berasal dari
Italia yang cenderung menganut sepakbola taktis ala negeri pizza. Sementara lawannya
adalah Liverpool FC, klub dari daratan Inggris dengan sepakbola kick n
rush-nya. Kedua klub elit Eropa ini berduel dalam laga pamungkas Final
Champion. Stadion Olimpiade Kemal Ataturk di Istanbul, Turki adalah saksi bisu
pertandingan paling dramatis abad ini. Pertandingan yang paling seru dan
bener-benar mendebarkan. Laga panas ini ditonton langsung oleh 70.024 orang
yang hadir di stadion. Dan pastinya yang menonton lewat layar kaca jumlahnya
tak dapat dihitung.
Laga Final ini dipimpin oleh wasit Manuel Mejoto Gonzales. Sementara
kedua klub menurunkan line up sebagai berikut:
Milan
1- Dida
2- Cafu
3- Paolo Maldini
31- Jaap Stam
13- Alessandro Nesta
21- Andrea Pirlo
8- Gennaro Gattuso / 10- Rui Costa (112')
20- Clarence Seedorf / 27- Serginho (86')
22- Kaka
7- Andriy Shevchenko
11- Hernan Crespo / 15- Jon Dahl Tomasson (85')
Liverpool
1- Dudek
3- Steve Finnan / 16- Dietmar Hamann (46')
21- Djimi Traore
23- Jamie Carragher
1- Dida
2- Cafu
3- Paolo Maldini
31- Jaap Stam
13- Alessandro Nesta
21- Andrea Pirlo
8- Gennaro Gattuso / 10- Rui Costa (112')
20- Clarence Seedorf / 27- Serginho (86')
22- Kaka
7- Andriy Shevchenko
11- Hernan Crespo / 15- Jon Dahl Tomasson (85')
Liverpool
1- Dudek
3- Steve Finnan / 16- Dietmar Hamann (46')
21- Djimi Traore
23- Jamie Carragher
4- Sami Hyypia
14- Xabi Alonso
10- Luis Garcia
6- John Arne Riise
8- Steven Gerrard
7- Harry Kewell / 11- Vladimir Smicer (23')
5- Milan Baros / 9- Djibril Cisse (85')
14- Xabi Alonso
10- Luis Garcia
6- John Arne Riise
8- Steven Gerrard
7- Harry Kewell / 11- Vladimir Smicer (23')
5- Milan Baros / 9- Djibril Cisse (85')
Peluit
dibunyikan oleh Manuel Mejoto Gonzales. Baru memasuki menit pertama, captain AC
Milan sudah mampu mencetak gol ke gawang Dudek. Seolah pertandingan berjalan
timpang dengan determinasi kuat dari AC Milan. Bahkan pada menit ke 38 dan 42,
striker AC Milan, Hernan Crespo dapat menambah gol bagi rossoneri. Liverpool sendiri
seakan tidak sanggup meladeni permainan Milan yang taktis itu. Babak pertama
berakhir dan seakan kemenangan telah berada di tangan AC Milan. Babak pertama
pun berakhir 3-0 untuk AC Milan.
Dinding
stadion Kemal Ataturk seperti setipis kertas. Dari kamar ganti Liverpool, sorak
sorai pemain AC Milan di ruangan yang berbeda begitu jelas terdengar. Semua
pemain Liverpool tertunduk lesu. Tak ada yang berani menegakkan kepala.
Tak mau
disetir kemurungan, Rafael Benitez menghimpun nafas dan berdiri di tengah para
pemainnya. Sang manajer sadar, dia hanya punya waktu 15 menit untuk
mengembalikan kepercayaan diri tim. Ketika berjalan dari bangku cadangan menuju
ruang ganti, benak Benitez dipusingkan mencari-cari kalimat dalam bahasa
Inggris yang tepat untuk "menghidupkan" para pemainnya. Kalimat yang
kemudian meluncur dari mulutnya sederhana saja.
"Jangan tundukkan kepala kalian. Kita Liverpool. Kalian bermain untuk Liverpool. Jangan lupakan itu. Kalian harus tetap menegakkan kepala kalian untuk suporter. Kalian harus melakukkannya untuk mereka", serunya.
"Jangan tundukkan kepala kalian. Kita Liverpool. Kalian bermain untuk Liverpool. Jangan lupakan itu. Kalian harus tetap menegakkan kepala kalian untuk suporter. Kalian harus melakukkannya untuk mereka", serunya.
"Kalian
tak pantas menyebut kalian pemain Liverpool kalau kepala kalian tertunduk.
Kalau kita menciptakan beberapa peluang, kita berpeluang bangkit dalam
pertandingan ini. Percaya lah kalian mampu melakukannya. Berikan kesempatan
buat kalian sendiri untuk keluar sebagai pahlawan."
Sebelum tim
keluar kamar ganti, Rafa menyusun skema formasi baru di papan tulis. Untuk
menghambat Kaka, Rafa meminta Dietmar Hamann bersiap tampil menggantikan Djimi
Traore. Namun, ketika diberitahu Steve Finnan mengalami cedera, Benitez
memanggil kembali Traore yang sudah mencopot sepatu dan berjalan ke kamar
mandi. Keputusan terakhir, Finnan keluar, Hamann masuk.
Rafa sadar,
tak ada lagi ruginya mengorbankan seorang pemain bertahan. Liverpool bermain
dengan tiga pemain belakang dan kapten Steven Gerrard didorong lebih ke depan.
Liverpool memang harus bangkit, sekarang atau tidak sama sekali.
Inilah lima belas menit yang menentukan. Lima belas menit yang mengubah segalanya. Babak kedua menjadi milik Liverpool. Sembilan menit berjalan, Liverpool menyulut sumbu ledak stadion. Dalam rentang enam menit berikutnya, Liverpool ganti mengendalikan situasi. Steven Gerrard memberikan gol inspirasional lewat sundulan kepala menyongsong umpan John Arne Riise. Tak lama berselang, tendangan keras jarak jauh Vladimir Smicer tak dapat ditahan Dida. Belum lagi Milan menata diri, pada menit ke-60, Gerrard dijatuhkan di kotak penalti oleh Gennaro Gattuso. Penalti! Awalnya, eksekusi Xabi Alonso sempat ditahan Dida, tapi bola muntah langsung disambar Alonso.
Cerita belum selesai. Kedudukan 3-3 bertahan hingga 90 menit. Pertandingan diperpanjang hingga 30 menit, tapi tetap tak bisa menentukan pemenang. Juara Liga Champions musim itu pun harus diselesaikan melalui babak adu penalti.
Sebelum
"babak perjudian" itu dimulai, Jamie Carragher datang menghampiri
kiper Jerzy Dudek. Carra menyarankan Dudek agar melakukan "sesuatu"
untuk mengacaukan konsentrasi pemain Milan. Dudek langsung teringat rekaman
video yang pernah disaksikannya. Kaki spaghetti! Saat adu penalti final Piala
Champions 1984 melawan AS Roma, pendahulu Dudek, Bruce Grobbelaar,
memelintir-melintir kakinya. Entah memang berpengaruh atau tidak, Grobbelaar
berhasil membawa Liverpool menang dan merebut Piala Champions.
Trik yang
sama dipakai Dudek ketika Andriy Shevchenko bertugas sebagai eksekutor terakhir
Milan. Terbukti, trik kuno itu berhasil. Eksekusi Sheva mengarah ke tengah
gawang dan dengan sebelah tangan, Dudek menahannya. Liverpool pun merajai
Eropa! Jerih payah fans Liverpool yang terus menggemuruhkan dukungan untuk klub
kesayangan mereka terbayar sudah! You’ll Never Walk Alone!
Pascafinal
Istanbul, hidup tak lagi sama. Tapi, hidup juga berjalan terus. Satu per satu
figur pemain heroik, seperti Harry Kewell, Milan Baros, Djibril Cisse, Luis
Garcia, Dudek, dan Smicer meninggalkan Anfield dan melanjutkan karir di klub
baru. Sebagian tetap tinggal, terutama Gerrard. Sang kapten sempat
disebut-sebut akan hijrah ke Chelsea musim panas 2005 itu. Tapi, Istanbul mengubah
segalanya.
"Bagaimana
mungkin saya pindah setelah mengalami final seperti ini?" ujar Gerrard.
Arak-arakan bus dengan atap terbuka dan kerumunan satu juta orang, 300 ribu di antaranya memadati St George's Hall, suatu hari di Mei 2005, pasti takkan pernah dilupakan Liverpudlian sepanjang masa.
Kapan lagi yah Liverpool jadi juara??
Semoga kembali meraih kejayaan
You'll Never Walk Alone
Arak-arakan bus dengan atap terbuka dan kerumunan satu juta orang, 300 ribu di antaranya memadati St George's Hall, suatu hari di Mei 2005, pasti takkan pernah dilupakan Liverpudlian sepanjang masa.
Kapan lagi yah Liverpool jadi juara??
Semoga kembali meraih kejayaan
You'll Never Walk Alone
Sumber: http://www.goal.com/id-ID/news/2279/editorial/2011/05/25/1890095/spesial-road-to-wembley-2011-kilas-balik-final-liga
No comments:
Post a Comment